Kenapa Rencana Kelas Akselerasi Dihapus ?

Akselerasi merupakan program percepatan masa studi siswa dari waktu yang telah ditetapkan. Sehingga, waktu tiga tahun untuk menempuh pendidikan SMP maupun SMA bisa dihemat menjadi dua tahun saja. Namun, program tersebut rencananya dihapus oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menyatakan, rencana tersebut muncul dari ide dasar untuk menang di awal atau di akhir.
   
“Menang di awal, anak belum tiga tahun sekolah SMA sudah lulus sehingga persaingan di komunitas. Bisa juga menang di akhir dengan tetap tiga tahun sekolah SMA tapi bisa ambil kredit di perguruan tinggi. Kalau anak SMA yang pintar bisa ambil kredit di perguruan tinggi, yang tadinya 144 SKS dia sudah ambil empat hingga enam SKS sehingga di perguruan tinggi bisa dilakukan percepatan,” kata M Nuh di Rumah Jambuluwuk, Ciawi, Jawa Barat, 2 September 2014
   
Menurut M Nuh, ide tersebut juga dilatarbelakangi dengan melihat pentingnya pelajar SMA me-miliki interaksi sosial dengan kawan sebaya. “Interaksi sosial pada masa SMA harus dipentingkan. Oleh karena itu, kita tidak menganut paham bagi siswa SMP dan SMA lulus dalam waktu satu tahun. Yang kita mau kejiwaan anak harus dijaga,” jelasnya.

Maka, lanjutnya, setiap jenjang pendidikan memiliki batas usia tersendiri. M Nuh menyebutkan, kebijakan tersebut bertujuan agar setiap anak masuk ke jenjang pendidikan yang memang sesuai usia fisik dengan psikologis. “Dari situ, tidak boleh masuk SD usia tiga hingga empat tahun, sesuai usia fisik yang dia miliki. Maka, harus diubah karena melihat maturitas sang anak. Jangan sampai usia masih anak-anak tapi terjebak di usia dewasa,” imbuh mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) itu.
   
“Tanpa mengurangi kesempatan anak untuk bisa mengambil kredit SKS di perguruan tinggi, mereka bisa menggunakan kuliah daring milik Kemendikbud. Jadi masih SMA bisa ikut kuliah daring. Sementara ini yang masuk di perguruan tinggi yang lulus SMA, dengan model seperti ini peraturan harus diganti,” tutur M Nuh. (**)